ARTIKEL PENDIDIKAN
Penemuan "Partikel Tuhan"
Fisikawan Indonesia yang terlibat program itu adalah Suharyo Sumowidagdo. Ia merupakan lulusan program sarjana dan master dari jurusan Fisika Universitas Indonesia serta menamatkan doktoral di Florida State University pada tahun 2008.
Perburuan Partikel Tuhan di CERN dilakukan lewat dua eksperimen, yaituCompact Muon Solenoid (CMS) dan A Toroidal LHC Apparatus (ATLAS). Masing-masing bekerja secara independen, bertujuan mencapai kesempurnaan penelitian.
"Saya menjadi anggota kolaborasi eksperimen CMS setelah menyelesaikan PhD fisika partikel eksperimen di kolaborasi eksperimen D0 di Amerika Serikat, tepatnya tahun 2008," jelas Haryo saat dihubungi lewat email, Kamis (5/7/2012).
Haryo dan rekannya bertanggung jawab untuk pengoperasian dan pemeliharaan detektor muon (salah satu partikel penyusun materi). Selain itu, Haryo juga berperan mengambil data di ruang kontrol.
Secara spesifik, Haryo ikut serta dalam pembuatan software sistem kendali bagi detektor muon. Detektor berada 100 meter di bawah tanah sehingga pendendalian harus dilakukan lewat jarak jauh dengan sistem kendali.
Banting Setir
"Mengatakan fisika partikel tidak aplikatif bagi saya adalah seperti tidak perlu meneliti tentang listrik magnet karena kita cukup menggunaka lilin saja untuk penerangan!"
-- Suharyo Sumowidagdo
Haryo sebelumnya menekuni fisika partikel teoretik. Ia melakukan riset untuk studi sarjana di bawah bimbingan Professor Terry Mart di Universitas Indonesia dan lulus dari program itu tahun 1999.
Namun, setelah menempuh doktoral, ia beralih ke fisika partikel eksperimental. Topik disertasinya tentang top quark yang meluruh menjadi tau lepton. Hal tersebut sudah diprediksi sebelumnya, tapi belum dibuktikan.
Setelah PhD, Haryo menjadi peneliti postdoktoral di University of California Riverside. Di CMS, ia meneliti tentang massa top quark. Penelitian itu berguna untuk memprediksi massa Higgs Boson.
Secara mengejutkan, Haryo mengatakan, "Adalah sebuah artikel di Kompas tanggal 30 April 1994 dan beberapa artikel sambungannya tahun 1994-1995 yang menginspirasi saya untuk menjadi seorang fisikawan partikel eksperimen."
Artikel tersebut memuat keterlibatan ilmuwan Indonesia, Stephen van den Brink, dalam tim riset Universitas Chicago dan Universitas Pittsburgh untuk menemukan bukti kuat adanya top quark di Laboratorium Akselerator Nasional Fermi.
Menurut Haryo, berbeda dengan fisikawan partikel teori yang membuat formulasi teori baru atau perhitungan matematis rumit, fisikawan partikel eksperimental mencari keberadaan partikel dari sebuah teori atau mengukur sifat partikel.
Haryo merasa bahwa fisika partikel eksperimental punya tantangan tersendiri. Dan, dari banting setirnya itu Haryo pun punya kesempatan untuk bergabung dalam misi besar CERN mencari keberadaan Higgs Boson.
Fisika Partikel di Indonesia
Fisika partikel di Indonesia bukannya tidak berkembang. Haryo mengatakan, "Sudah banyak orang Indonesia yang menekuni fisika partikel teori, namun sangat sedikit yang menekuni fisika partikel eksperimen."
Menurutnya, kapasita Indonesia di bidang fisika partikel harus terus dibangun. "Tidak perlu seperti dengan membuat akselerator seperti LHC, namun cukup dengan meningkatkan keterlibatan perguruan tinggi dan institusi penelitia di Indonesia."
Minggu lalu (26-28 Juni 2012), perwakilan dari CERN telah datang ke Universitas Indonesia. Salah satu tujuannya adalah meningkatkan kerja sama antara CERN dan Indonesia.
Fisika partikel, terutama bagi Indonesia yang masih berkutat dengan pembangunan ekonomi, kadang dianggap tidak aplikatif. Menurut Haryo, pandangan tersebut sebenarnya tidak tepat.
"Mengatakan fisika partikel tidak aplikatif bagi saya adalah seperti tidak perlu meneliti tentang listrik magnet yang diperlukan untuk menciptakan bohlam listrik karena kita cukup menggunakan lilin saja untuk penerangan!" tegasnya.
Riset listrik magnet pada abad 17 dan 18 bisa dikatakan sama seperti penelitian fisika partikel eksperimen saat ini. Tidak seorang pun tahu apa kegunaan mempelajari listrik statis dari menggesek-gesek kain wol atau batu ambar. Tapi, pada akhirnya riset berguna.
Dalam kenyataannya, riset fisika partikel di CERN secara tidak langsung memberi sumbangsih pada perkembangan teknologi. Contoh nyatanya adalah aplikasi pada kedokteran dan teknologi informasi.
"Teknologi yang diperlukan untuk membangun detektor dan akselerator fisika partikel, ternyata memiliki aplikasi praktis untuk kehidupan sehari-hari. Keberadaan alat pencitraan medis yang murah di rumah sakit dimungkinkan karena teknologi kabel listrik superkonduktor yang digunakan di akselerator Fermilab dan Tevatron," jelas Haryo.
"Teknologi internet (WWW) diciptakan di CERN tahun 1989 untuk membantu komunikasi ilmiah antar fisikawan, dan saat ini teknologi komputasi grid dan global digunakan eksperimen CERN untuk mengolah data," tambahnya.
sumber>>http://baliteacher.blogspot.com/